Friday, January 18, 2019

MEDAN / ACEH / PADANG / JAMBI / TUNGKAL / BUKITTINGGI





*"BAELANG" KE KAMPUNG BANJAR DI PERAK MALAYSIA*

*_Ust. Dr. Miftahur Rahman el-Banjary_*
_Penulis Buku-Buku National Bestseller, Motivator Asia Tenggara & Pembicara Forum Internasional_

Hari pertama di kota Alor Setar, Kedah Darul Aman Malaysia sangat mengesankan. Dari jendela pintu pesawat Malaysian Airlines yang kami tumpangi dari Kuala Lumpur berangkat jam 13.30 pun mendarat di Alor Setar Airport Kedah pada pukul 14.30 siang.

Dari jendela pesawat terlihat kota kecil yang terhampar sawah-sawah yang menghijau. Kedah dikenal sebagai salah satu negeri lumbung padinya di Malaysia atau orang di sana menyebut sebagai Jelapang Padi.

Bagi kami yang sudah terbiasa melihat hamparan sawah memang sudah tidak asing lagi. Tapi uniknya di Kedah, sawah tidak seperti di Indonesia yang dibagi-bagi perpetak-petak, melainkan sawah memang dibuat menghampar seluas mungkin seluas mata memandang.

Sore itu, kami tiba di sebuah kota kecil bernama Alor Setar. Kedah dikenal juga dengan sebutan "Kedah Darul Aman" atau Kedah yang Aman. 

Kedah yang menjadi salah satu negeri di bagian utara Semenanjung Malaysia yang berbatasan dengan Satun, Songkhla dan Yala di Thailand. 

Jadi dari Kedah, sekiranya kami masih ada waktu, kami bisa langsung masuk ke Thailand hanya berkendaraan dengan waktu tempuh satu atau dua jam saja lagi. Insya Allah, lain kali jika ada waktu hehe.. 

Hari pertama, team kami disambut oleh Nad; panitia pelaksana seminar. Saya dan team memang diundang pertama kalinya di Kedah untuk memberikan Seminar Motivasi Bisnis "Keajaiban Seribu Dinar" dari buku buku yang saya tulis. 

Kami akan memberikan Seminar kepada para pelaku bisnis di sana selama dua hari yang dihadiri para undangan peserta dari Kedah sendiri, Kuala Lumpur, Perak, Johor, Sabah dan beberapa negeri lainnya.

Sepanjang perjalanan menelusuri kota Kedah, kami menyaksikan pemandangan yang berbeda dengan Kuala Lumpur yang sudah sering kami kunjungi. Meski tampak kota kecil, Kedah sangat rapi, bersih dan bangunan kotanya teratur, dan tidak banyak lalu lalang kendaraan bermotor. 

Kedah tidak terlalu luas. Luasnya hanya sekitar 9.774 KM saja dengan tingkat populasi 2.046.200 jiwa. 

Di pusat kota, kami melintasi bangunan-bangunan pertokoan dan kedai-kedai yang tertata rapi. Di sana kami juga masih dapat menyaksikan istana raja Kedah, Sultan Salahuddin. Dan juga terdapat masjid kerajaan, masjid Zahir yang indah yang dibangun sejak tahun 1912 M. Tampak juga menjulang bangunan menara Alor Setar yang sangat terkenal. 

Team kami pun diajak makan siang di sebuah restorant di pusat kota. Makanan dengan menu ala Western. Kemudian, kami beristirahat di sebuah hotel kecil "Laverage" yang tak jauh dari restaurant tempat kami makan siang dan di sekeliling hotel terdapat pusat kuliner kedai-kedai malam yang ramai. 

Malam Jum'at ternyata lumayan asyik nongkrong di pusat kuliner yang menjual makanan khas Melayu, sebab malam itu ternyata malam libur kerja. Di kedah hari libur kerja bukan hari Minggu, melainkan hari Jum'at dan Sabtu.

                ====================

Hari kedua, menjelang shalat Jum'at team kami diundang makan di rumah Nad beserta keluarganya di rumah pribadi mereka. Ada perbedaan satu jam lebih di Malaysia dengan di Jakarta. Akan tetapi, ada kesamaan waktu dengan jam di Banjarmasin yang menggunakan waktu Indonesia Tengah. 

Perbedaan di sana hanya waktu-waktu shalat yang lebih lambat satu jam. Waktu shalat subuh baru berkumandang adzan pukul 06.15 dan Jum'at dimulai pukul 13.30 siang. Dan hari masih siang pada pukul 19.00 sore. Hal tersebut disebabkan peredaran matahari yang cenderung lebih lambat.

Siang hari selepas shalat Jum'at di Masjid bersejarah "Ad-Dzahir", kami menuju TH Hotel atau Hotel Tabung Haji bintang 4; tempat berlangsung acara Seminar Bisnis yang akan kami selenggarakan keesokan harinya, Sabtu 19 Januari 2019. 

Tak lama tiba di kamar hotel, resepsionis hotel menelpon memberitahukan bahwa ada salah seorang tamu menunggu di lobi hotel. Ternyata, kedatangan kami di Kedah sudah terdengar oleh komunitas orang-orang Banjar di sana melalui group WhatsApp "Bubuhan Banjar" lintas negara. 

Salah satu putra Banjar kelahiran Malaysia yang menemui kami adalah Pak Haji Arifin Saidin; seorang pensiunan engeiner di sebuah perusahaan Jepang yang masih bisa berbahasa Banjar. 

Beliau bercerita bahwa meski di perantauan, para orang tua dulu, masih tetap menggunakan bahasa Banjar di lingkungan keluarga dengan para anak-anaknya. Sehingga bahasa Banjar tetap dipertahankan sebagai budaya sekaligus identitas diri yang tidak mudah hilang begitu saja.

Kami pun diajak untuk mengunjungi kampung orang Banjar di Perak yang menurut beliau jaraknya masih bisa ditempuh sekitar 2,5 jam. Meski agak jauh, namun terdorong rasa penasaran, akhirnya kami sepakat untuk mengikuti tawaran Pak Cik Haji Arifin. 

Kami dibawa dengan mobil yang beliau sendiri yang mengantar kami meski usia beliau lebih dari 60 tahunan. Kami melewati jalan tol dan satu jam berikutnya, kami singgah sebentar di Sungai Petani di kediaman Pak Cik Haji Arifin.

Obralan santai selama dalam perjalanan dengan Pak Haji Arifin yang kadangkala diselangi bahasa Banjar, saya mencoba menelusuri sejarah imigrasi orang-orang Banjar hingga sampai ke Malaysia. 

Dari keterangan yang saya dapatkan, "Suku orang-orang Banjar sudah melakukan imigrasi (baca: madam) semasa zaman Belanda. Mereka terpaksa meninggalkan kampung halaman mereka, lantaran tidak berkenan menjadi pekerja orang Belanda. Mereka merantau ke pulau Sumatera dan banyak bermukim di Tembilahan Riau dan sekitarnya. 

Di Tembilahan dan Tungkal di pulau Sumatera, misalnya, sampai saat ini masih dikenal adanya "Kampung Banjar" sebuah kawasan orang-orang Banjar peranakan yang masih mempertahankan bahasa dan adat tradisi budaya Banjar "Bahari". 

Dari kepulauan Sumatera, sebagian ada yang berimigrasi menyeberang hingga ke Singapore, masuk ke Johor hingga tersebar berbagai negeri, seperti: Kedah, Pulang Penang, Perak dan negeri-negeri lainnya. Itulah mengapa dimana-mana menurut beliau selalu saja terdapat orang Banjar di berbagai negeri di Malaysia."

Nama-nama kampung di sana pun kebanyakan masih menggunakan nama tempat asal daerah mereka di Banjar, seperti di Perak ada kampung yang dinamai "Kurau" yang nama tersebut diambil dari nama salah satu kecamatan di Kabupaten Tanah Laut di Kalimantan Selatan. Di kampung Banjar sana   pun ada pemukiman "bubuhan Martapura", "bubuhan Alabio" dan "bubuhan Kelua". 

Saya melihat bahwa terlepas dari fase migrasi perantauan orang-orang banjar pada rentang abad 19 hingga 20 M ke Malaysia, orang-orang Banjar yang ada di Perak ini diawali dari masa sebelum kemerdekaan yang disebabkan oleh alasan politis dimana mereka tidak berkenan tunduk dengan kolonial Belanda.

Beberapa catatan Inggris dan Belanda menyebutkan orang banjar memang bukan seorang yang mudah tunduk dan menyerah, orang Banjar keras dan ditakuti. Tabiat asalnya memang lah seperti itu. Orang Banjar dikenal pemberani dan suka merantau.

          ===================

Tepat pada pukul 19.30 berkumandang adzan Maghrib, kami tiba di Bagan Serai di Perak yang lebih dikenal dengan sebutan sebagai "Kampung Jalan Banjar" di Masjid Tinggi, Bagan Serai Perak Darul Ridzuan. Geografisnya kampungnya seperti perkampungan Melayu pada umumnya.

Tiba di sana kami langsung dibawa ke rumah salah satu tokoh masyarakat di Perak yang juga merupakan orang Banjar di Malaysia, nama beliau Pak Haji Jamaluddin bin Asaari. Laiknya pertemuan keluarga besar yang lama tak berjumpa, kami disambut hangat oleh Pak Haji Jamaluddin atau yang lebih akrab kami panggil Abah Jamaluddin. 

Abah Jamaluddin menyambut kami dengan penuh keakraban dengan bahasa banjar yang kental khas dengan dialek Kelua. Sambutan Abah Jamaluddin membuat kami tidak merasakan kami sedang berada di negeri lain. 

Hampir tak ada dialek bahasa Banjar Abah Jamaluddin yang berubah. Sangat kental dan sangat khas dengan aroma dialek orang Kelua yang beliau istilahkan, "bahasaku ngini masih inguh kalua" yang artinya "dialekku ini masih beroma dialek daerah di sebuah daerah bernama Kelua". 

Tak sampai di sana, kami diajak makan malam di sebuah kedai "Angah Aran" yang juga orang Malaysia berdarah Banjar. Warung yang sangat terkenal di Perak, sebab di sana ada satu hidangan yang sangat digemari, yaitu Mie Udang. 

Untuk pertama kalinya, saya menyantap satu porsi mie yang dipenuhi udang yang segar dan gurih dilengkapi dengan teh tarik khas Malaysia yang sangat nikmat.

Usai makan-makan, kami diajak bersilaturahmi ke rumah-rumah orang Banjar peranakan yang telah bermukim puluhan tahun di sana.

Meski bahasa Banjar mereka sudah bercampur dengan logat Melayu, namun masih banyak istilah-istilah bahasa Banjar lama yang sudah tidak terlalu dikenali lagi di tempat asalnya di Kalimantan Selatan, tetap mereka pertahankan.

Saya juga lama tidak mendengar istilah bahasa banjar kuno, seperti _"behabaan"_ (perjumpaan), _"balalah"_ (berjalan tanpa tujuan yang pasti), _"hingkat"_ (mampu), _"rakai"_ (rusak) yang istilah-"
istilah klasik itu justru saya dapati di negeri jiran.

Hal yang menarik, kami mengujungi seorang seniman pelukis abstrak ternama berdarah Banjar yang bernama Tuan Haji Suhaili bin Mohd.Yusoff. 

Beliau sangat ramah dan senang menyambut kedatangan kami. Kami pun diajak ke ruang galleri sekaligus ruang kerjanya. 

Menurut Tuan Haji Suhaili yang sangat low profile, lukisannya banyak dipesan kolektor dari Perancis dan Jerman dengan nilai ribuan ringgit.

Menurut penuturan Abah Jamaluddin, di Malaysia tidak sedikit orang-orang banjar yang sukses, baik di bidang seni seperti pelukis terkenal maupun penyanyi atau selebritis.

Bahkan ada pula yang sukses menduduki jabatan penting di pemerintahan, seperti Kepala Kampung yang setingkat jabatan menjadi Bupati, Menteri dan jabatan penting lainnya di kerajaan. 

Dan tidak sedikit pula orang Banjar yang religius juga banyak yang dikenal sebagai tokoh ulama di negeri Jiran, seperti Syekh KH. Fahmi Zam-Zam al-Banjary dan Syekh Nuriddin Marbu al-Banjary.

Pulangnya kami melewati Pulau Penang yang sangat eksotis dengan taburan lampu-lampu malamnya yang sangat indah. Di Penang itulah,  Ustadz Arifin Ilham, ulama terkenal yang juga keturunan orang Banjar sedang menjalani pengobatan di salah satu rumah sakit sana. Semoga beliau segera disembuhkan. Amin.

Meski dalam pertemuan yang sangat singkat, kami merasakan energi semangat kekeluargaan dan keakraban yang sangat mengesankan dan tidak mudah terlupakan. 

Malam itu juga kami kembali ke Kedah. Kami pulang diantar kembali oleh Pak Cik Haji Arifin dengan mobiln  beliau dan tiba kembali di hotel pukul 03.00 dini hari. Kami beristirahat untuk persiapan memberi seminar keesokan harinya.

Semoga di lain waktu dan kesempatan bisa bertemu lagi dengan keluarga-keluarga jauh, namun tetap dalam satu ikatan kekeluargaan "Kulaan Papadaan Bubuhan Banjar". 

Mudahan bubuhan Banjar di perantauan samakin rakat dan samakin bedangsanakan. Ruhui Rahayu, Waja Sampai Kaputing.

@@@@@@@@@@@@@@@@@@@


SHEIKH NURSHAHRU TOHARI










Bersama pakar motivasi Dr Miftahur Rahman El Banjary. Banjarmasin

https://www.youtube.com/watch?v=vio1jbu5ioQ





Yuli Susilawaty bagana di Yogjakarta



Mee Udang Angah Aran



KOLABORASI MALAYSIA INDONESIA - PENELITIAN BUDAYA BANJAR



Cendera kenangan dari Malaysia


ACEH DARUSSALAM 2015




Masjid Baiturrahman





Museum Tsunami Aceh




Jakarta













Joglo Jakarta Selatan



Bersama Pengarah Gallery USM Pulau Pinang


Asasi UIA Petaling Jaya




Bersama mantan Governor Kalsel - Rudy Ariffin Bakhrun


Kalumpang Sulawesi 2013



Makam Sheikh Abd Samad Al-Palembani di Songkhla




Masjid Cina Rantau Panjang




Almarhumah bonda Hajjah Ramlah Hj Arshad





Umrah 1996


Batu Buruk Trengganu


Pangantenan di Murung Bali Kelua 2017



Kumpulan antologi sajak Banjar. Perjalanan hidup anak Banjar yang berhijrah dari Banua Banjar ka Malaysia. Kisah pahit manis anak Banjar sebagai perantau. "Madam" di banua urang.


Di Hotel Perdana Taiping bersama Ustaz Farhan, Cikgu Aminuddin dan Ustaz Lutfee
29.12.2018 / SABTU


PELABUHAN SEKUPANG KE KUALA TUNGKAL 2014


MASJID SHEIKH ABDURRAHMAN AS SIDDIQUE - SAPAT

Dari Tembilahan untuk menuju pelabuhan Hidayat  menggunakan speedboat selama ± 1 jam atau menggunakan perahu pompong selama ± 2 jam.  Dari pelabuhan Hidayat, lokasi tidak terlalu jauh dan boleh sampai dengan menggunakan kenderaan roda dua.
Syeikh Abdurrahman Shiddiq Bin Syekh M. Afif Al Banjari (1857-1939) atau lebih dikenali dengan sebutan “Tuan Guru Sapat” adalah salah seorang ulama karismatik dari Kerajaan Indragiri di masa lalu (awal abad XX M). Tuan Guru Sapat berasal dari daerah Banjar (Kalimantan) dan mempunyai hubungan genetik dengan ulama terkenal Banjar, Syeikh Muhammad Arsyad Al-Banjari (1710-1812). Semasa hidupnya, Tuan Guru Sapat berperanan sebagai seorang ulama yang menjadi ikon penting dalam proses penyebaran dan penyelenggaraan pendidikan Islam, khususnya di daerah Indragiri Hilir. Tuan Guru Sapat adalah seorang ulama yang menggabungkan beberapa kemampuan sekaligus, mulai dari seorang pendakwah, pengajar, mufti, penulis, sampai sebagai seorang petani kebun yang berhasil. Oleh kerana peranannya yang besar tersebut, tidak aneh jika riwayat hidup dan pemikiran Tuan Guru Sapat sudah sering menjadi bahan penulisan, baik dalam bentuk penelitian akademik, mulai dari  skripsi  sampai disertasi (Phd), maupun penulisan popular.
Abdurrahman dilahirkan oleh Safura binti Syekh Muhammad Arsad pada tahun 1875 di Kampung Kecil (Dalam Pagar) Martapura, Kalimantan Selatan. Beliau dilahirkan pada masa pemerintahan Sultan Adam Al-Watsiq Billah bin Sultan Sulaiman Yang memerintah di Kerajaan Banjar sejak tahun 1825-1857 M. Syeikh Abdurrahman Siddiq adalah penerus generasi ke-5 dari Al-Arif Billah Maulana Syekh H. Muhammad Arsyad bin Abdullah Al-Banjari yang datuknya merupakan cucu dari seorang mubaligh yang datang dari Magribi ke Filipina yang mendirikan kerajaan Islam di Mindanao yang bernama Sayyid Abdullah.
Pada usia satu tahun, ibundanya tiada dan Abdurrahman diasuh oleh Siti Saidah dan Ummi Salamah yang merupakan pengasuhnya. Pada usia sembilan tahun Sang Syeikh mulai menguasai ilmu-ilmu dasar: ilmu saraf, ilmu nahu (ilmu alat), bahkan ilmu kalam dan ilmu lainnya dengan berguru kepada Zainuddin, berasal dari hulu sungai selatan (Kandangan) yang ketika itu mengajar di pondok pesantresn di Kampung Dalam Pagar.
Beranjak remaja, sekitar tahun 1297 H, Sang Mufti terus mempelajari dasar keilmuan agama: ilmu syariah (fiqih), ilmu aqidah (tauhid), ilmu akhlak (tasawuf) dan ilmu hadith. Bidang keilmuan ini beliau tuntun pada Al-Amin Al-Allahamah Syekh H. Hasyim dan Al-Alim Al-Allamah Syekh Muhammad Said Wali. Setelah berguru, tahun 1302 H beliau terjun dan berdakwah dalam menyiarkan Islam di berbagai wilayah Kalimantan.
Pada tahun 1303 H dalam menyebarkan agama, beliau bertukang emas permata. Dari kepandaiannya tersebut itu, di tahun 1305 H Syekh Abdurrahman berdagang permatan dan berlayar hingga ke pulau Sumatera, Padang Panjang, Pulau Bangka juga Palembang
Pada tahun 1310 H, dari Sumatera beliau menuju Mekah untuk menunaikan ibadah haji serta menuntut ilmu agama. Selama di Mekah beliau berguru kepada Masyaaikh yang mengajar di Masjidil Haram dan sekitar Makah pada waktu itu, antara lain: Sayyid Bakri Syatta, Al-Alimul Fadhil Syekh Ahmad Dimyathi, Al-Alimul Fadhil Syekh M. Babashil Mufti Syafii, Al-Alimul Fadhil Syekh Umar Sambas, dan banyak guru lainnya yang membuat beliau mendapat syahada dari berbagai ilmu. Adapun semasa menuntut ilmu beliau berkawan dengan sejumlah sahabat dari Indonesia dan Malaysia: Syekh Jamil Jambek (Minangkabau), Syekh Ahmad Khatib (Minangkabau), Syekh Muhammad Sayuti (Singkang), Syekh Muktar (Bogor), dll. Karena kecerdasannya beliau dinobatkan untuk mengajar di Masjid Al-Haram Mekah.
Pada tahun 1310 hasrat besar untuk memulai berjuang di jalan agama membuatnya hijrah ke Pulau Jawa dan Sumatera, sampailah di kampung Mentok, Pulau Bangka, di mana sang ayah telah lama menetap lebih awal di pulau tersebut. Di Bangka, selain berdakwah ia pun berkebun cengkeh, getah, dan kelapa. Bahkan waktunya ia sempatkan untuk menulis kitab-kitab. 18 tahun di Bangka Belitung beliau berpindah ke Pulau Mas Sapat sekitar tahun 1320 H. Selain berjuang dalam hal agama, beliau juga berjuang untuk kemerdekaan Indonesia pada tahun 1945 – 1949. Pada tahun 1327 H, Sultan Mahmusyah melantik Syekh Abdurrahman Siddiq sebagai mufti kerajaan Indragiri.
Makam Syeikh Abdurrahman Siddiq terdiri dari sebuah jirat dengan dua buah batu nisan yang terletak di bagian kaki dan kepala jirat. Makam ini terletak pada sebuah bangunan cungkup yang dibuat kemudian (2004). Selain makam Syekh Abdurrahman Shiddiq, di dalam bangunan ini juga terdapat dua buah makam lainnya.
Makam Syekh Abdurrahman Shiddiq berbentuk persegi panjang bertingkat tiga dengan ukuran tingkat paling bawah panjang 2 m dan lebar 1,7  dan setiap tingkatnya berjarak 0,25 m. Tinggi dari lantai dasar ke jirat paling tinggi sekitar 1,15 m. Jirat ini terbuat dari bata berlepa yang dilapisi dengan keramik berwana putih. Jirat ini merupakan bangunan baru yang dibuat kemudian bersamaan dengan pembangunan cungkup makam pada tahun 2004. Pada sekeliling jirat diberi pagar berbentuk jeruji besi yang ditutup dengan tirai.
Sementara itu,  nisan  makam Syeikh Abdurrahman Shiddiq berbentuk balok dengan kepala nisan berbentuk kubah atau kuncup bunga. Nisan ini terbuat dari batu berukuran tinggi 50 cm. Nisan pada kepala jirat terdapat inskripsi yang diukir pada lempengan batu marmer yang ditempel pada bagian badan nisan. Inskripsi tersebut memuat identitas orang yang dimakamkan (Syeikh Abdurrahman Siddiq) beserta waktu wafatnya (4 Sya’ban 1358 H). Adapun bangunan cungkup makam berdenah segi delapan  (oktagonal) yang masing-masing sisinya berukuran panjang 3 m. Bangunan ini terbuat dari bata berlepa dengan atap berbentuk tumpang tiga yang terbuat dari seng.









BAS DARI KOTA JAMBI KE BUKIT TINGGI - 16 JAM


DI KOTA JAMBI BERSAMA PAK HATTA


ISTANA PAGARUYUNG  DI BATUSANGKAR


Sekitar abad ke-17 Istana Pagaruyung mula didirikan. Istana ini berbentuk rumah panggung dengan atapnya yang mirip dengan tanduk kerbau. Orang Minangkabau menyebutnya dengan gonjong. Terdapat 11 gonjong yang unik dengan atapnya yang dibuat dari ijuk (serat alami yang diolah dari pohon kabung/enau/aren/nira).











Istana ini mempunyai tiga lapis dengan 72 tonggak yang digunakan sebagai penyangga utama. Ornamen dengan ukiran berwarna-warni khas motif Minang di buat untuk menghiasi dinding istana. Lebih dari 50 jenis motif yang digunakan dan setiap motifnya memiliki erti tersendiri dari falsafah budaya Minangkabau.
Lantai/lapisan pertama memiliki ruangan yang sangat besar, digunakan sebagai tempat utama raja dalam memimpin pemerintahan. Singgasana raja terletak pada bagian tengah. Pada tingkat ini juga terdapat beberapa kamar/bilik yang di gunakan oleh putri raja yang telah berkahwin. Orang Minang menyebut kamar dengan “Bilik”.
Bilik yang ada di tingkat pertama ini juga diatur dan disusun untuk di duduki oleh para putri raja dan keluarganya. Bilik ini dibahagi menjadi 2 bahagian iaitu pangkal rumah dan ujung rumah. Pangkal Rumah, digunakan oleh putri raja paling tua bersama dengan keluarganya. Bilik berikutnya sampai ujung rumah untuk adiknya yang telah berkahwin dan berkeluarga.
Tingkat kedua Istana Pagaruyung mempunyai ruangan yang hampir sama besar dengan tingkat pertama, digunakan oleh putri raja yang belum berkahwin untuk aktiviti dan juga terdapat beberapa kamar (bilik) untuk mereka diami.
Tingkat ketiga juga terdapat ruangan yang tidak terlalu besar, digunakan oleh raja dan permaisurinya untuk melihat keadaan istana di luar kerana tempatnya yang tinggi. Kedudukan ruangan ini tepat berada di paling atas istana di bawah atap gonjong bagian tengah.
Istana Pagaruyung adalah replika dari bangunan asli yang terbakar habis.
  • Bangunan Istana Pagaruyung awalnya berada di lereng Gunung Bungsu, tepatnya di bukit Batu Patah. Tapi, istana ini terbakar habis ketika terjadi perang Paderi di tahun 1804 pada masa penjajahan Belanda. Peristiwa berdarah ini sekaligus meruntuhkan Istana Pagaruyung sebagai simbol kerajaan Pagaruyung kala itu.

  • Setelah masa kemerdekaan tiba, Istana Pagaruyung kembali direkonstruksi. Sayangnya, kebakaran kembali terjadi di tahun 1966. Pembangunan istana berikutnya dilakukan di sebelah selatan lokasi istana sebelumnya.
  • Awal tahun 2007, petir menyambar Istana Pagaruyung sehingga kebakaran kembali terjadi. Peristiwa ini kembali menimbulkan kerugian besar karena aset budaya minangkabau banyak yang hangus terbakar. Beberapa bulan setelahnya, rekonstruksi bangunan ini kembali dimulai. Saat ini, Takaiters bisa dengan leluasa menikmati kemegahan Istana Pagaruyung yang menjadi simbol adat budaya minangkabau.

Istana Pagaruyung adalah kediaman salah satu raja dari Rajo Tigo Selo
  • Kerajaan Pagaruyung dipimpin oleh tiga raja yang disebut Rajo Tigo Selo. Diantaranya Raja Alam sebagai pemimpin urama yang mendiami Istana Pagaruyung, Raja Adat yang berada di Buo dan Raja Ibadat di Sumpur Kudus.
  • Istana Pagaruyung yang dibangun di abad ke-17 ini merupakan pusat pemerintahan kerajaan Pagaruyung kala itu, Guys. Rajo Tigo Selo memimpin kerajaan Pagaruyung yang meliputi daerah provinsi Sumatra Barat saat ini dan daerah sekitarnya. Kerajaan ini runtuh pada perang Paderi saat istana terbakar habis di masa penjajahan Belanda.

Atap gonjong yang seperti tanduk kerbau merupakan ciri khas konsep rumah gadang
  • Struktur bangunan Istana Pagaruyung yang sangat khas dengan konsep rumah gadang memiliki bentuk empat persegi panjang dengan atap lancip seperti tanduk kerbau yang disebut gonjong. Bangunan tiga lantai ini memiliki 11 gonjong, dengan kamar-kamar dan singgasana di lantai satu.
  • Singgasana di ruang tengah ditempati oleh Bundo Kanduang atau ibunda raja, sedangkan singgasana raja berada di bagian kanan yang disebut anjuang rajo babandiang. Tingkat satu istana juga terdiri dari kamar-kamar anak raja yang sudah berkahwin, sedangkan tingkat dua untuk anak perempuan raja yang belum berkahwin.
  • Tingkat tiga istana digunakan untuk menyimpan harta benda dan pusaka kerajaan serta tempat berkumpulnya Rajo Tigo Selo untuk melakukan rapat.



DARI KUALA TUNGKAL KE KOTA JAMBI

Madihin Dangdut Banjar Kuala Tungkal

KAHWIN
http://zetlife-journey.blogspot.com/2011/05/adat-perkahwinan-banjar.html



MASUK RUMAH

ADAT dan ADAM masuk dengan membaca Surah Al-Baqarah beramai-ramai
-          Amalan khurafat tidak di buat lagi.

PANTANG MASA HAMIL

NAIK BUAI

PUKUNG

TANAM URI

KEMATIAN

KHATAN

HARI RAYA



 



















No comments:

Post a Comment

KONVO KPTI KE-17

I JUN 2025 - UPSI Pelajar Terbaik Keseluruhan 2025 Pengurus2 Cawangan KPTI  Pelajar, Pengurus Terbaik 2025 DEWAN TUANKU CANSELOR  Bersama ke...